Wednesday, January 29, 2014

TOILET TRAINING ATAU LATIHAN BUANG AIR DI WC

Jika berbicara tentang pola asuh anak, tidak ada habisnya. Ada saja metode terbaru yang dicap lebih baik daripada sebelumnya bermunculan. Derasnya sumber informasi sering kali menumpulkan insting orang tua dalam pola pengasuhan. Tidak jarang orang tua menjadi kurang pede pada pola asuh yang diterapkan pada anak. Perlu dijadikan catatan bahwa setiap anak itu unik dan tidak sama. Alangkah kurang bijak jika sebagai orang tua menyamaratakan pola asuh.

Kali ini saya akan berbagi cerita tentang pengalaman saya ketika putri saya menjalani toilet training. Semoga bisa bermanfaat untuk orang tua lain.

Toilet training atau latihan buang air baik besar maupun kecil di wc merupakan salah satu tahap yang harus dijalani anak. Ada baiknya tahapan ini dijalankan secara perlahan dan halus sehingga perkembangan anak bisa optimal.

Naya mulai memasuki tahap ini sejak dini. Ketika dia sudah duduk sendiri dengan stabil, saya mulai mengenalkannya dengan potty atau pispot. Kurang lebih Naya berusia 9 bulan pada saat itu. Untuk kesehariannya, Naya menggunakan diapers atau popok. Hanya saja ketika buang air besar (tanda-tanda dia akan BAB cukup jelas), Naya saya dudukan di pispotnya. Saya memilih pispot yang cukup menarik. Ketika pup masuk ke dalam pispot, maka pispot atau potty akan mengeluarkan musik sehingga Naya senang. Pispot sengaja saya letakkan di wc, sehingga Naya terbiasa BAB di dalam wc. Setelah Naya sudah bisa berjalan (11 bulan), dia akan berlari ke depan pintu wc ketika sudah kebelet BAB. Hal ini berlangsung hingga Naya berusia 2 tahun. Selain itu, ketika Naya berusia 2 tahun, potty kesayangan kami masuk kardus lagi. Saya ajarkan Naya untuk menggunakan closed dewasa dan saya menggunakan extension. Saya sengaja meminta Naya untuk memilih sendiri extension yang akan kami beli sehingga dia merasa senang dan nyaman. Naya memilih mitif princess..biasa anak cewek..

Ketika berusia 2 tahun, saya mulai mengajarkan Naya untuk buang air kecil di wc yang artinya saya mulai menanggalkan pemakaian popok atau diapers. Mungkin bagi beberapa orang tua hal ini terlalu lama atau terlambat, tetapi saya lebih mengedepankan kesiapan saya dan suami serta Naya. Naya sudah dapat diajak komunikasi dua arah. Sudah bisa diberi pengertian. Saya menggunakan training pants atau celana khusus toilet training untuk membantu dan ini sungguh menolong saya. Naya merasakan sensasi tidak nyaman karena celana akan basah ketika dia mengompol di celana tetapi air kencing tidak langsung mengucur keluar.

Hari - hari awal cukup berat buat saya. Selain harus memberikan penjelasan berulang - ulang kepada Naya yang masih sering mengompol di celana, saya juga harus berurusan dengan cucian yang lama kering di musim penghujan. Setiap Naya mengompol di celana, saya selalu menekankan pada Naya, "Naya sekarang sudah besar jadi kalo pipis di toilet, bukan di celana." Terus saya katakan itu sambil mengganti dan membasuh Naya sampai - sampai Naya hafal. Terkadang ketika sedang kesal, saya nengatakan kalimat yang sama dengan tempo cepat dan nada agak tinggi. Lucunya ketika di situasi tersebut, Naya akan menjawab, "Tenang nda..tenang.. jangan mayah (marah) nda." Hehe..

Setelah tiga hari berlalu, Naya mulai mengerti. Setidaknya dia sudah tau apa itu pipis dan dimana dia seharusnya dia pipis. Situasi lebih bersahabat karena adegan mengompol di celana mulai berkurang bahkan jarang. Sampai hari ini Naya masih belajar dan sejauh ini dia murid yang baik. Ketika tidur pun Naya sudah tidak pakai diapers atau popok lagi. Tentu saja saya ajak dia untuk buang air kecil sebelum tidur dan bangun tidur.

Intinya kesabaran dan konsistensi diperlukan orang tua ketika anak masuk ke tahap ini. Ada baiknya kesiapan anak dan orang tua menjadi pertimbangan. Suasana nyaman dan lucu(jika perlu tempel sticker lucu di wc) juga bisa membantu kelancaran dalam latihan ini.

0 comments:

Post a Comment