Wednesday, January 1, 2014

Fase Penyapihan

Dua puluh enam Desember 2013, tepat dua tahun usia putri pertamaku Kirana Abhinaya Hadi. Bukan hanya sekedar hari special yang akan datang tiap tahun, dihujani ucapan selamat, doa, kue, hadiah, dan cium sayang untuk Naya, tetapi titik awal untuk setiap anak tangga pendewasaanku dan suami sebagai orang tua serta Naya sebagai anak.
Akan selalu datang fase ini dalam hidup kami, fase penyapihan, fase pendewasaan.

Seperti banyak info yang kudapat, alangkah baiknya fase ini bisa terlewati dengan halus dan persetujuan semua pihak (orang tua dan anak), tetapi ada kalanya kata "setuju" memiliki arti yang dalam. Aku sangat yakin, dalam kata setuju ada banyak hal yang mempengaruhi seperti cara dan dorongan agar kata setuju tercetus. Termasuk pada titik awal ini, menyapih Naya.

Berat..sangat berat.. Tidak hanya untuk Naya, tetapi juga untukku. Ada perasaan takut jika ikatan kami (aku dan Naya) tidak akan sekuat sebelumnya. Ada perasaan takut merasakan kehampaan karena merindukan momen menyusui. Ada perasaan takut Naya akan membenciku, menganggapku tega. Suamiku berhasil meyakinkanku bahwa rasa sayang kepada Naya tidak melulu melalui pemberian ASI dan tindakan yang terlihat tega ini sebenarnya malah justru demi kebaikan Naya. Maka mulailah langkah - langkah yang sudah kami rencanakan.

Aku dan suami kebetulan merantau. Kami tinggal di lingkungan dimana jarang sekali para tetangga bersosialisasi di luar rumah. Jadi Naya tidak memiliki teman sepantaran di sekitar rumah. Biasanya seminggu sekali kuajak dia main ke rumah bude (kakak dari ibuku) yang tidak terlalu jauh karena tiga orang cucunya tinggal di sana. Di ulang tahunnya kali ini, kami memang tidak berniat merayakannya, hanya saja aku membutuhkan momen untuk membantuku menerapkan Weaning With Love (WWL) alias menyapih dengan cinta. Jadilah aku mengundang tiga sepupunya (beserta orang tua mereka), dan dua orang tantenya, memesan kue ulang tahun (temanya pocoyo lho), dan memasang dekorasi sederhana (balon). Itu saja Naya sudah cukup takjub dan paham jika dia berulang tahun.

Begitu para tamu pulang, mulailah eksekusi rencana kami. Seperti biasa, malam ini ketika Naya sudah mulai mengantuk, ia akan jalan menuju "tempat tidurnya". Kemudian meletakkan bantal putih bergambar babi (bantal milik ayah yang dia klaim secara sepihak menjadi miliknya), meletakkan kepalanya di atas bantal tersebut, dan yaaak.. "Cusu nda... cusu nda"

"Naya.. naya kan hari ini ulang tahun yang kedua. Berarti Naya sudah besar seperti kakak, abang, dan mas dede (panggilan untuk ketiga sepupu Naya). Mereka ga minum susu mama een kan..(ibu dari ketiga sepupu Naya). Naya sudah tidak boleh minum susu bunda. Naya boleh minum susu dari gelas Teddy Bear (gelas bersedotan ~ keluaran pigeon)."
Mulailah Naya merengek dan akhirnya menangis. Ayah juga ikut membantu menenangkan Naya. Kami ajak bicara lagi. Setelah 10 menit,  Naya menyerah. Hal yang sangat mengejutkan saya, mengingat Naya tipikal anak yang sering keras hati jika sudah menginginkan sesuatu. " Nda.. Naya minum cusu Teddy Bear nda.."
Alhamdulillah ya Allah.. akhirnya Naya mau bernegosiasi dengan kami. Dia meminum habis susunya dan kemudian tidur.

Sudah lima hari berselang, Naya bisa diajak kerjasama. Terkadang dia masih minta ASI, terutama jika sedang mengantuk. Jika sudah begitu..kembali aku dan kadang dibantu suami mengajak Naya berdialog. Kadang dia menurut tapi kadang berontak. Kalau sudah berontak, aku diam tapi tetap tidak memberikan ASI. Biasanya drama ini selesai dengan bantuan Naya sendiri. Dia akan minta sesuatu seperti Susu Teddy Bear (mksdnya susu bubuk), Ultra Mimi, bahkan biskuit.

Perjuangan aku dan suami di fase penyapihan belum selesai. Mungkin pada akhirnya aku akan berhasil menyapih Naya untuk tidak minum ASI lagi, tapi akan ada penyapihan - penyapihan lain di tahun - tahun mendatang. Termasuk ketika Naya menikah ketika sudah dewasa. Proses pendewasaan akan terus berlangsung, tidak hanya bagiku dan suamiku, tapi juga bagi anak - anakku kelak.

Doakan lancar ya...

0 comments:

Post a Comment